PROSES EKSEKUSI TERHADAP HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH

1

Hak Tanggungan atas tanah adalah suatu hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah untuk pelunasan utang tertentu, sehingga dapat diartikan bahwa adanya Hak Tanggungan timbul akibat adanya suatu perjanjian pokok atau perjanjian pendahuluan yaitu perjanjian utang piutang atau kredit antara kreditur dengan debitur.

Adapun objek Hak Tanggungan berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda- Benda yang Berkaitan dengan Tanah (UUHT) yaitu sebagai berikut Hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangungan, Hak Pakai atas tanah Negara, Hak Tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut.

Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan, dan sebagai bukti adanya Hak Tanggungan, Kantor Pendaftaran Tanah menerbitkan Sertifikat Hak Tanggungan yang memuat irah-irah DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA (Pasal 13 ayat (1), Pasal 14 ayat (1) dan (2) UUHT.

Lantas bagaimana dengan eksekusi hak tanggungan (benda tidak bergerak berupa tanah dan benda-benda diatasnya)?

Adapun cara untuk eksekusi Hak Tanggungan sebagai berikut :

  1. Eksekusi melalui penjualan di bawah tangan (Pasal 20 ayat (2) Undang – Undang Hak Tanggungan)

Eksekusi melalui penjualan di bawah tangan merupakan cara yang mudah dan dapat diperjanjikan bersama oleh pemberi dan pemegang Hak Tanggungan . Tujuan dari penjualan objek hak tanggungan secara di bawah tangan adalah untuk mencari harga tertinggi sehingga tidak merugikan debitur atau pemberi Hak Tanggungan. Penjualan objek hak tanggungan dilakukan melalui pelelangan umum maka harga jual jauh di bawah harga pasar.

Berdasarkan pasal 6 UUHT maka melalui eksekusi seperti ini  pemegang Hak Tanggungan pertama punya hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri objek Hak Tanggungan apabila debitur atau pemberi hak tanggungan cidera janji.

  1. Eksekusi berdasarkan title eksekutorial (14 ayat (2) Undang – Undang Hak Tanggungan )

 

Bahwa Eksekusi berdasarkan title eksekutorial terdapat pada Sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (2) UUHT dengan kalimat “DEMI KEADILAN YANG BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA yang dicantumkan dalam sertifika Hak Tanggungan, itu dimaksudkan untuk adanya menegaskan bahwa adanya  kekuatan eksekutorial.

 

Sehingga jika pemberi hak tanggungan atau debitur wanprestasi maka pemegang hak tanggungan dapat langsung meminta kepada Pengadilan Negeri agar dilakasanakan eksekusi berdasarkan sertifikat hak tanggungan yang mempunyai title eksekutorial. Eksekusi demikian didasarkan pada pasal 224 HIR dan pasal 258 Rbg yang mengatur eksekusi terhadap dokumen selain putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan eksekutorial.

 

  1. Parate Eksekusi (Pasal 6 Undang – Undang Hak Tanggungan )

 

Parate eksekusi berasal dari asal kata paraat yang berarti hak itu siap siaga di tangan pemberi pinjaman (kreditur) untuk menjual benda jaminan di muka umum itu atas dasar kekuasaan sendiri, seolah seperti menjual miliknya sendiri Sehingga Parate eksekusi adalah eksekusi yang dilakukan secara langsung tanpa campur tangan pengadilan atau tidak lagi memerlukan fiat atau persetujuan Pengadilan sebagaimana hal ini diatur pada pada pasal 6 UUHT.

 

Pada penjelasan pasal 6 UUHT juga ditegaskan yang  menyatakan bahwa Hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri merupakan salah satu perwujudan dari kedudukan diutamakan yang dipunyai oleh pemegang Hak Tanggungan atau pemegang Hak Tanggungan pertama dalam hal terdapat lebih dari satu pemegang Hak Tanggungan. Hak tersebut didasarkan pada janji yang diberikan oleh pemberi Hak Tanggungan bahwa apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan berhak untuk menjual obyek Hak Tanggungan melalui pelelangan umum tanpa memerlukan persetujuan lagi dari pemberi Hak Tanggungan dan selanjutnya mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan itu lebih dahulu daripada kreditor-kreditor yang lain. Sisa hasil penjualan tetap menjadi hak pemberi Hak Tanggungan.

 

Demikian Informasi Hukum Yang Dapat Kami Sampaikan.

Semoga Bermanfaat. Terima Kasih.