PELANGGARAN TSM PEMILU, KEWENANGAN MK ATAU BAWASLU?

PELANGGARAN TSM PEMILU, KEWENANGAN MK ATAU BAWASLU

Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, masalah hukum dalam pelaksanaan Pemilu terbagi menjadi 4, yaitu:

  1. Pelanggaran Pemilu
  2. Sengketa Proses
  3. Perselisihan Hasil Pemilu
  4. Tindak Pidana Pemilu

Dikutip dari web ntb.bawaslu.go.id , Pelanggaran Pemilu adalah tindakan yang bertentangan atau tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan terkait Pemilu. Pelanggaran Pemilu berasal dari temuan pelanggaran Pemilu dan laporan pelanggaran Pemilu, Jenis-jenis pelanggaran pemilu menurut UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu adalah sebagai berikut :

  • Pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu

Pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu  merupakan pelanggaran terhadap etika Penyelenggara Pemilu yang berdasarkan sumpah dan/atau janji sebelum menjalankan tugas sebagai Penyelenggara Pemilu. Penyelenggara Pemilu yang dimaksud disini adalah KPU dan Bawaslu.

  • Pelanggaran Administratif Pemilu

Menurut Pasal 460 UU Pemilu, Pelanggaran administratif Pemilu meliputi pelanggaran terhadap tata cara, prosedur, atau mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan Pemilu dalam setiap tahapan Penyelenggaraan Pemilu.

Jika merujuk pasal 463 UU Pemilu salah satu pelanggaran administratif  Pemilu adalah pelanggaran yang terjadi atau dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan massif, atau sering disebut TSM.

Menurut Pasal 56 ayat 1 Peraturan Bawaslu No. 8 tahun 2022 tentang Penyelesaian Pelanggaran administratif Pemilu Objek Pelanggaran Administratif Pemilu TSM terdiri atas:

  1. perbuatan atau tindakan yang melanggar tata cara, prosedur, atau mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan Pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif; dan/atau
  2. perbuatan atau tindakan menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara Pemilu dan/atau Pemilih yang terjadi secara terstruktur, sistematis dan massif

Adapun dalam ayat 2 Peraturan Bawaslu tersebut dijelaskan, Terstruktur, sistematis, dan masif dalam Pelanggaran Administratif Pemilu TSM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

  1. kecurangan yang dilakukan oleh aparat struktural, baik aparat pemerintah atau penyelenggara Pemilu secara kolektif atau secara bersama-sama;
  2. pelanggaran yang direncanakan secara matang, tersusun, dan sangat rapi; dan
  3. dampak pelanggaran yang sangat luas pengaruhnya terhadap hasil Pemilu bukan hanya sebagian.

Lalu apakah MK berwenang memutus Pelanggaran TSM  Pemilu ?

Merujuk Pasal 24 C ayat (1) UUD 1945, Mahkamah Konstitusi (MK) yang merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman diberikan kewenangan untuk memutus perselisihan hasil pemilihan umum.

“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.”

Selain ketentuan UUD 1945, kewenangan MK untuk memutus perselisihan hasil pemilihan umum  juga diatur dalam Pasal 10 ayat 1 huruf d  Undang-Undang MK, dan Pasal 475 UU Pemilu.

Secara normatif berdasarkan Pasal 24 C ayat (1) UUD 1945, Pasal 10 ayat (1) huruf d UU MK, Pasal 475 UU Pemilu, MK memiliki kewenangan untuk memutus perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang ditetapkan oleh KPU. Dan berdasarkan ketentuan Pasal 461 dan Pasal 463 UU Pemilu secara eksplisit diatur kewenangan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk memeriksa memutus pelanggaran administratif Pemilu yang terjadi secara Terstruktur, Sitemati dan Masif.