MENGENAL ISBAT NIKAH SEBAGAI SOLUSI PERNIKAHAN YANG TIDAK TERCATAT OLEH NEGARA

1

Isbat nikah adalah pengesahan atas perkawinan yang telah dilangsungkan menurut syariat agama Islam, akan tetapi tidak dicatat oleh KUA atau Pegawai Pencatat Nikah yang berwenang sebagaimana diterangkan dalam buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama: Buku II

 

Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan akta nikah (Nikah Siri), dapat diajukan isbat nikah ke Pengadilan Agama. (Pasal 7 ayat (2) KHI)

Isbat nikah sifatnya adalah permohonan kepada Pengadilan Agama, sehingga segala kewenangan mengabulkan atau menolak semuanya didasarkan pada kewenangan pengadilan. Dengan demikian, jika permohonan isbat nikah dikabulkan, maka perkawinan dinyatakan sah dan memiliki kekuatan hukum. Pihak-pihak yang dapat mengajukan pemohonan isbat nikah adalah suami istri atau salah satu dari suami atau istri, anak, wali nikah, orangtua, dan pihak yang berkepentingan dengan perkawinan tersebut dengan penjelasan sebagai berikut :

  1. Jika permohonan isbat nikah diajukan oleh suami istri, maka permohonan bersifat voluntair dan produknya berupa penetapan. Apabila isi penetapan tersebut menolak permohonan isbat nikah, maka suami dan istri bersama-sama atau suami/istri masing-masing dapat mengajukan upaya hukum kasasi;
  2. Jika permohonan isbat nikah diajukan oleh salah seorang suami atau istri, maka permohonan bersifat kontensius dengan mendudukkan suami atau istri yang tidak mengajukan permohonan sebagai pihak termohon. Produk hukumnya berupa putusan dan terhadap putusan tersebut dapat diajukan upaya hukum banding dan kasasi;
  3. Jika dari isbat nikah dalam angka 1 dan 2 tersebut di atas diketahui suami masih terikat dalam perkawinan yang sah dengan perempuan lain, maka istri terdahulu tersebut harus dijadikan pihak dalam perkara, apabila istri terdahulu tidak dimasukkan, maka permohonan harus dinyatakan tidak dapat diterima.

Permohonan diajukan kepada Pengadilan Agama tempat tinggal pemohon dengan menyebutkan alasan dan kepentingan yang jelas. Adapun alasan-alasan tersebut sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 7 ayat (3) KHI sebagai berikut:

  1. Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian;
  2. Hilangnya akta nikah;
  3. Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawian;
  4. Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya UU Perkawinan; dan
  5. Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut UU Perkawinan; (Maksud dari ketentuan ini dipahami sebagai pernikahan yang tidak tercatat dan terjadi setelah tahun 1974 serta tidak melanggar ketentuan undang-undang)

Akibat hukum dilakukannya  Isbat Nikah

Apabila permohonan isbat nikah dikabulkan oleh hakim, adapun akibat hukum  nya adalah

  1. Perkawinan dinyatakan sah dan memiliki kekuatan hukum. Selanjutnya bukti penetapan/ putusan tersebut menjadi dasar KUA untuk melakukan pencatatan nikah yang akan melahirkan akta nikah.
  2. Terhadap perkawinan yang dinyatakan sah membawa konsekuensi bahwa anak yang  dilahirkan menjadi anak sah.
  3. Akta nikah dapat digunakan untuk mengurus akta kelahiran guna memenuhi hak anak atas
  4. Terhadap perkawinan yang dinyatakan sah membawa konsekuensi adanya hubungan hukum antara suami istri dan anak-anak yang dilahirkannya. Konsekuensi hukum adanya hubungan ini berdampak pada adanya hak dan kewajiban yang timbul di antara mereka, menyangkut harta bersama maupun hak kewarisan.

Demikian Informasi Hukum Yang Dapat Kami Sampaikan.

Semoga Bermanfaat. Terima Kasih.