KOMPETENSI MENGADILI DALAM PERKARA PERDATA DI INDONESIA

1

Berbicara mengenai pengajuan gugatan dalam hukum acara perdata, tidak lepas dari kompetensi mengadili suatu perkara. Sebelum menyusun suatu gugatan penting untuk membahas yurisdiksi atau kewenangan mengadili untuk menghindari kekeliruan yang dapat menyebabkan gugatan tidak dapat diterima atas alasan pengadilan yang dituju tidak berwenang untuk mengadili atau dengan kata lain gugatan yang diajukan berada diluar yurisdiksi pengadilan.

Dalam lingkup perdata, kompetensi mengadili dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu:

  1. Kompetensi Absolut

Kompetensi Absolut adalah kewenangan pengadilan dalam mengadili suatu perkara yang didasarkan pada objek dan/atau materi pokok suatu perkara yang dimaksud. Landasan untuk menentukan kompetensi absolut berpatok pada pembatasan yurisdiksi badan-badan peradilan.

Merujuk pada Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa “Kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh Mahkamah Agung beserta badan peradilan yang ada dibawahnya dalam peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, peradilan tata usaha negara dan sebuah Mahkamah Konstitusi.”.

  • Pengadilan Umum, yaitu pengadilan yang berwenang untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara pidana (umum dan khusus) dan perkara perdata (umum dan khusus);
  • Pengadilan Tata Usaha Negara, yaitu pengadilan yang berwenang untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara yang objeknya berupa keputusan (beschikking) yang dikeluarkan oleh Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik;
  • Pengadilan Agama yaitu pengadilan yang berwenang untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara berhubungan dengan perkawinan beragama Islam, waris Islam, wakaf, hibah, zakat, shadaqah dan ekonomi syari’ah;
  • Pengadilan Militer yaitu pengadilan yang berwenang untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara pidana yang dilakukan oleh prajurit Tentara Nasional Indonesia

Dengan adanya ketentuan ini, maka suatu gugatan harus tepat diajukan kepada salah satu lingkungan pengadilan mana, sesuai dengan bidang hukum yang diperkarakan. Konsekuensi dari dilanggarnya atau ketidaksesuaian pengajuan gugatan dalam kompetensi absolut pengadilan, menjadikan suatu gugatan cacat dan peradilan yang menerima perkara tersebut akan menyatakan diri tidak berwenang untuk mengadili perkara.

  1. Kompetensi Relatif

Kompetensi relatif merupakan kewenangan pengadilan untuk menangani kasus/perkara yang berkaitan dengan tempat/lokasi/domisili pihak-pihak yang berperkara atau barang yang menjadi objek sengketa. Kompetensi relatif pun sering diartikan sebagai kewenangan pengadilan untuk menangani perkara sesuai dengan wilayah hukum /yurisdiksi territorial yang dimiliki.

Dalam menentukan kompetensi relatif suatu gugatan perkara perdata penting untuk memperhatikan asas-asas sebagai berikut:

  • Asas actor sequitur forum rei (gugatan diajukan di Pengadilan dimana Tergugat berdomisili.

Asas ini merupakan salah satu implementasi dari asas audi et alteram

dimana hakim harus memperhatikan kepentingan kedua belah pihak secara adil, karena pada dasarnya suatu gugatan diajukan untuk kepentingan Penggugat.

Namun Pasal 118 ayat (3) HIR pun memberikan pengecualian dimana Penggugat dapat mengajukan gugatannya ke Pengadilan dimana penggugat tinggal dengan syarat bahwa tempat tinggal Tergugat tidak diketahui.

  • Asas forum rei sitae (gugatan diajukan dimana benda tetap yang menjadi objek sengketa berada).

Asas ini biasanya digunakan terhadap sengketa menyangkut barang tidak bergerak sehingga menjadikan gugatan diajukan ke Pengadilan dimana barang/objek perkara diletakkan. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 118 aayat 3 HIR jo. Pasal 1435 Rbg jo. Pasal 99 a ayat 8 RV.

  • Asas gugatan diajukan disalah satu Pengadilan yang dipilih atau disepakati sebelumnya.

Dalam penerapan asas gugatan diajukan disalah satu Pengadilan yang dipilih atau disepakati sebelumnya, diatur dalam ketentuan Pasal 118 a ayat 4 HIR jo. Pasal 142 Rbg jo. Pasal 99 a ayat 6 RV yang pada pokoknya menyatakan bahwa kesepatakan atas domisili pilihan yang dituangkan dalam suatu perjanjian.

Asas gugatan diajukan disalah satu pengadilan tempat tinggal Tergugat apabila Tergugat lebih dari satu orang.

Demikian Informasi Hukum Yang Dapat Kami Sampaikan.

Semoga Bermanfaat. Terima Kasih.